Selasa, 31 Januari 2012

APR-1: Ranpur Battle Proven Buatan Pindad

APR-1

Melihat lembar sejarahnya, kelahiran panser ini bermula dari embargo peralatan militer yang dilancarkan AS sejak tahun 1999 dan disaat bersamaan banyak alutsista TNI Angkatan Darat macam kendaraan tempur (ranpur) pengangkut personel yang sudah menua tetapi masih menjadi arsenal tempur utama. Terlebih kebutuhan ranpur pengangkut personel kala itu masuk kategori mendesak. Alasannya tak lain karena akan dipakai dalam operasi militer untukmenumpas kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Kesempatan emas datang tatkala Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto pada suatu kesempatan meminta Pindad membuat kendaraan pengangkut personel untuk mengisi kebutuhan TNI. Tanpa banyak gembar-gembor, permintaan itu disambut Pindad dengan melansir kendaraan pengangkutpersonel berlabel APR-1 (Angkut Personel Ringan-1).

Panser yang masuk kategori Armoured Personnel Carrier (APC) beroda empat ini menggunakan sasis dan mesin truk Isuzu 4x4. Jika melihat sosoknya, panser ini lebih menyerupai mobil Kijang dengan bodi ramping dan memanjang yang dipasangi “baju” lapis baja antipeluru. Selain itu dibagian atas panser terdapat turret atau menara putar yang dapat berputar 360 derajat sebagai kubahtempat penembak.


Walaupun mengadopsisasis truk—yang tidak berasal dari kendaraan militer, kemampuanpanser ini tak bisa dianggap remeh. Lihat saja kemampuannyadalam melahap berbagai medan berat dan terjal. Tak ketinggalan kemampuannya bermanuver dengan lincah dan gesit menjadi keunggulan tersendiri. 

Contoh nyatanya tahun 2004 silam, panser ini pernah membuktikan keampuhannya beraksi di medan tempur saat berlangsungnya Darurat Militer di Aceh. Melihat keandalan dan kebandelannya beroperasi di segala medan plus kemampuannya yang sudah teruji dilapangan maka tak salah jika APR-1 menjadi salah satu ranpur buatan Indonesia yang mendapat predikat battle proven. Luar biasanya, dari 40 APR-1 yang digelar di Aceh, hanya dua unit yang mengalami kerusakan (satu kecelakaan dan satu lagi karena diterjang tsunami).

Keunggulan lainnya,  dari segi kecepatan panser satu ini sanggup digeber hingga kecepatan 100 km/jam. Sehingga memungkinkannya untuk melakukan pengejaran terhadap musuh. Soal persenjataan, APR-1 mampu menggotong beragam senjata yang membuatnya kian garang, mulai dari pelontar granat otomatis AGL-40senapan mesin berat (SMB) kaliber 12,7 mmsenapan mesinsedang (SMS) kaliber 7,62 mm hingga pelontar granat kaliber 60 mm.


APR-2
Sukses dengan APR-1 garapannya, Pindad kemudian mengembangkan panser dengan nama APR-2. Secara teknis panser ini masih sama dengan sang kakak, terutama yang paling mencolok ada pada jumlah roda dan pemakaian sasis Isuzu yang menjadi kerangka panser. Tetapi secara kasat mata APR-2 berbeda,terutama pada ukuran bodinya yang lebih besar dan menyerupai minibus yang biasa kita lihat sehari-hari. Sehingga kadang-kadang disebut “minibus” lapis baja. Selain itu jika sang kakak dibuat untuk memperkuat TNI, APR-2 dibuat untuk memenuhi kebutuhan Polri.

MRAP

Sebagai gambaran beginilah sosok MRAP 
Mengingat semakin banyaknya kebutuhan TNI AD terhadap berbagai jenis mesin perang darat, maka Pindad—sebagai salah satu industri pertahanan di Indonesia yang fokus pada pembuatan alutsista darat, kini sedang mengembangkan rancangan panser APR-1 Next G. Kabar baik ini berhembus beberapa waktu laludari Kiara Condong yang menjadi markas Pindad.

foto: en.wikipedia.org
Kabarnya ranpur ini berbeda dengan varian APR-1 terdahulu. Dari desainnya ranpur anyar ini bakal mengadopsiV-Shapped Hull. PenggunaaanV-Shapped Hull tak lain untuk menangkis ledakan dari bawah kendaraan yang biasanya berasal dari ledakan ranjau darat dan bom pinggir jalan (Improvised Explosive Device/IED)V-Shapped Hullsendiri merupakan salah satu ciri dariMRAP (Mine Resistant Ambush Protected).

Perlu kita tahu, MRAP merupakan ranpur lapis baja yang dirancang khusus untuk melindungi prajurit dari serangan dan sergapan musuh dalam bentuk serangan senjata ringan, bom pinggir jalan maupun serangan ranjau darat.

Selain itu—seperti ciri umum dari MRAP, varian anyar ini bakal memiliki bodi besar yang dilapisi ceramic armour. Diluar itu juga akan menggunakan banukuran besar dengan tapak lebar. Jika ranpur ini berhasil dibuat akan menjadi MRAP pertama buatan Indonesia. Dan yang tak kalah penting menjadisalah satu bukti bahwa Pindad tak pernah berhenti berkreasi menciptakan beragam jenis ranpur bagi kebutuhan TNI.(Yudi Supriyono)

Spesifikasi APR-1:
Produsen: PT Pindad
Awak: 12 (1 pengemudi, 1 navigator, dan 10 personel)
Kecepatan maksimum: 100 km/jam
Berat maksimum: 5,2 ton
Ground Clearance: 35 cm
Sasis: NKR 55 buatan Isuzu
Mesin: Turbodiesel 3.200 PK

Pengembangan Teknologi Radar Pengawas Pantai di Indonesia

Radar pengawas pantai ISRA  (foto: lipi.go.id)

Mengawasi wilayah perairan nusantara yang memiliki luas 5,8 juta kilometer persegi atau 2/3 dari seluruh wilayah Indonesia, jelas bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Terlebih bila ancaman terhadap wilayah ini semakin hari semakin meningkat dan beragam.

Ancaman yang beragam mulai dari pencurian ikan, pencurian pasir laut, perompakan, hingga penyelundupan BBM tentunya semakin menegaskan pentingnya pengoperasian radar pengawas pantai. Radar pengawas pantai merupakan sistem radar yang memiliki fungsi memantau dan mendeteksi berbagai aktivitas di wilayah laut. Radar ini dirancang khusus untuk beroperasi dipinggir pantai guna memantau segala aktifitas yang terjadi di wilayah perairan.

Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, pengoperasian radar pengawas pantai bisa menjadi salah satu solusi dalam memantau wilayah perairannya. Maklum, meski telah mengoperasikan armada kapal patroli, jumlahnya yang belum memadai membuat kegiatan pemantauan dan pengamanan diwilayah ini tidak bisa dilakukan secara optimal. Dengan banyaknya wilayah yang tidak bisa dijangkau, jelas sangat rentan memunculkan aksi kejahatan.

Apalagi jika dilihat dari banyak sisi kapal patroli memiliki beberapa kelemahan.Pengoperasian kapal patroli membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Selain itu harga kapal patroli juga lebih mahal daripada harga radar itu sendiri. Dan jangan lupa kapal patroli membutuhkan biaya perawatan yang tentunya makin menguras anggaran. Nah, dalam hal ini radar pengawas pantai bisa menjadi solusi paling tepat bagi negara yang ingin memantau wilayahnya secara efektif dan efisien.

Sayangnya, dibalik cerita manis akan kemanfaatan radar malah berbanding terbalik dengan kemampuan bangsa untuk membuat radar secara mandiri. Selama ini Indonesia memang belum menguasai sebagian besar seluk-beluk teknologi radar. Sehingga untuk mencukupi kebutuhan radar pengawas pantainya, negeri ini masih mengimpornya dari luar negeri. Hal ini diperparah dengan kondisi radar di Indonesia yang umumnya sudah menua dan tak layak operasi. Berangkat dari alasan inilah kemudian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berusaha untuk mengembangkan radar pengawas pantai di Indonesia.

Dalam mengembangkan radar, LIPI tidak sendirian tetapi bekerjasama dengan pihak asing. Model kerjasama dalam pembuatan radar dibutuhkan untuk mempercepat alih teknologi. Dengan begitu, sedikit demi sedikit para ahli radar Indonesia menguasai teknologinya sekaligus menjadi batu pijakan dalam menuju kearah kemandirian.

Pengembangan

Pengembangan radar pengawas pantai dilakukan oleh LIPI melalui Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPET-LIPI) bekerjasama dengan International Research Centre for Telecommunications-transmission and Radar dari Technical University of Delft (TU Delft), Belanda. Dalam kerjasama itu, PPET-LIPI ambil bagian dalam pembuatan hardware yang terdiri dari antena, penerima sinyal dan rangka radar. Sedangkan TU Delft ambil bagian dalam kegiatan perancangan radar dan pembuatan softwarenya.

Display radar pengawas pantai
Kerjasama ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun 2006 melaluikegiatan desain dan pembuatan bagian antena radar. Tahap selanjutnya pada tahun 2007 dilakukan realisasi terhadap perangkat transmitter (pemancar) dan receiver (penerima). Kemudian antara tahun 2007-2008, dilakukan desain dan realisasi bagian pengolah citra radar termasuk display unit.

Lalu pada tahun 2008, dilakukan integrasiperangkat keras dan perangkat lunaksertapemasangan radar untuk pengujian lapangan. Pengujian radar ini dilakukan di pantai Anyer, Banten, untuk memantau kapal-kapal yang melintasi selat Sunda.

Kerjasama kedua pihak kemudian menghasilkan radar pengawas pantai yang diberi nama Indonesian Surveilance Radar (ISRA). Radar ini memiliki kandungan lokal sekitar 40% yang meliputi software, penggerak motor, filter, radome, dan antena. Sedangkan komponen yang masih di impor di antaranya low noise amplifier dan power amplifier.

Sistem radar ini terdiri dari dua bagian utama yaitu perangkat transmitter (pemancar) dan receiver (penerima). Perangkat receiver berfungsi menerima sinyal dan mengirimkannya ke display unit, kemudian display unit mengolah sinyal tersebut menjadi suatu gambar yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk beragam kepentingan.

ISRA menggunakan teknologi Frequency Modulated Continuous Wave (FMCW) yang memiliki keunggulan dalam penghematan daya. Konsumsi daya yang dibutuhkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan radar konvensional yang menggunakan magnetron. Bicara soal kemampuan, radar ini memiliki jangkauan sapuan radar hingga 64 km. Jangkaun sejauh itu masih bisa ditingkatkan dengan memadukan radar dalam satu jaringan.

Kemampuannya tidak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pemantauan dan pengawasan wilayah perairan dari ancaman pencurian ikan, pencurian pasir laut, dan perompakan, tetapi juga bisa digunakan untuk mengatur lalu lintas kapal di pelabuhan. Sehingga mampu mencegah terjadinya kecelakaan seperti tabrakan antarkapal yang biasa terjadi dalam lalu lintas perkapalan. Selain itu, radar ini juga dapat digunakan untuk memantau kapal-kapal asing yang melanggar wilayah perbatasan laut suatu negara. Misalnya pelanggaran perbatasan laut yang dilakukan oleh kapal-kapal asing yang masuk jauh kedalam wilayah perairan Indonesia.

Industri Pertahanan, PT Dahana

Membangun Kemandirian Bangsa di Bidang Industri Bahan Eksplosif


Kebutuhan bahan peledak (eksplosif ) di dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir ini terus memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Hal itu tidak terlepas dari makin maraknya kegiatan usaha pertambangan di dalam negeri seiring dengan terus meningkatnya harga komoditi tambang di pasar internasional.

Wilayah Indonesia yang kaya akan berbagai sumber daya mineral seperti batubara, granit, bauksit, nikel, tembaga, emas, perak dan lain-lain telah menjadi tujuan investasi di bidang pertambangan yang sangat menarik, baik bagi pengusaha lokal maupun asing. Karena itu, tidak mengherankan apabila kegiatan investasi di bidang usaha pertambangan terus meningkat melebihi kegiatan investasi di sektor-sektor usaha lainnya.

Namun sayangnya di tengah kondisi pasar yang cukup kondusif bagi usaha industri bahan peledak komersial tersebut, pasar bahan peledak di dalam negeri justru lebih banyak diisi oleh produk-produk bahan peledak buatan perusahaan produsen bahan peledak dari luar negeri.

PT Dahana (Persero) merupakan salah satu perusahaan BUMN strategis yang mengkhususkan diri dalam industri bahan peledak. Berdiri sejak tahun 1966, PT Dahana menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang menggeluti industri bahan peledak. Saat ini perusahaan ini memiliki kapasitas produksi Amonium Nitrat sebesar 200.000 ton per tahun.

Dengan memanfaatkan bahan dasar berupa Amonium Nitrat itulah PT Dahana mengembangkan berbagai produk bahan peledak untuk keperluan komersial seperti untuk perusahaan pertambangan. PT Dahana juga menjalin kerjasama dengan PT Pindad untuk pembuatan detonator listrik di Turen, Malang, Jawa Timur.

Sementara itu, persaingan produk bahan peledak untuk keperluan komersial di dalam negeri selama ini sudah begitu ketat. Hal itu terjadi karena banyaknya produk bahan peledak impor yang masuk ke pasar dalam negeri. Padahal di dalam negeri sendiri saat ini terdapat tiga perusahaan produsen bahan peledak komersial, yaitu PT Pindad (persero), PT Multi Nitrotama Kimia dan PT Dahana (Persero) sendiri.

Ketiga perusahaan tersebut memiliki fasilitas produksi di dalam negeri. Namun selain tiga perusahaan pabrikan itu, masih ada enam perusahaan bahan peledak lainnya yang selama ini berperan sebagai distributor/penyalur bahan peledak impor. Mereka umumnya melakukan kerjasama dengan produsen bahan peledak di luar negeri untuk memasarkan produk mereka di Indonesia.

PT Dahana (Persero) bersama kedua produsen lainnya kini hanya menguasai pangsa pasar bahan peledak komersial (bukan untuk keperluan militer) di dalam negeri sekitar 30%, sedangkan sebagian besar lainnya (sekitar 70%) dikuasai oleh produk perusahaan lain yang nota bene merupakan produk impor. Leluasanya produk impor menguasai pasar bahan peledak di dalam negeri itu merupakan cerminan bahwa pasar dalam negeri kini sudah sangat terbuka. Karena, Indonesia sendiri telah menentukan pilihannya untuk menganut regim perdagangan yang liberal.

Kebutuhan bahan peledak di dalam negeri dewasa ini diperkirakan sebesar 200.000 ton per tahun, sedangkan pasokan dari dalam negeri baru 30.000 ton dari PT MNK dan 30.000 ton lagi dari PT Dahana. Sisanya dipasok oleh bahan peledak impor dari China, Afsel, Mesir, Rusia, Ceko, Norwegia, Australia dan lain-lain.

Untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri yang terus meningkat, PT Dahana (Persero) bekerjasama dengan sejumlah perusahaan mitra seperti PT Suma Energy (untuk pendanaan), PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Parna Raya (produsen amoniak), dan Yara dari Norwegia (untuk lisensi teknologi produk dan proses) berencana untuk membangun pabrik Amonium Nitrat baru di Kalimantan Timur.

Pabrik Ammonium Nitrat patungan tersebut direncanakan memiliki kapasitas produksi sebesar 250.000 ton per tahun dan akan memakan dana investasi awal sekitar US$ 150 juta. Pembangunan pabrik baru yang diperkirakan akan mulai memasuki trial production pada tahun 2009 itu kini masih dalam tahap persiapan sinergi kerjasama.

Untuk mendukung bisnis bahan peledak di dalam negeri, PT Dahana juga memiliki on site plant di lokasi tambang granit milik PT Karimun Granit di Kepulauan Riau dengan kapasitas produksi 5.000 ton per tahun dalam bentuk Emulsion Explosive Matrix (EEM).

EEM merupakan bahan baku untuk pembuatan bahan peledak untuk keperluan komersial seperti untuk kebutuhan proses blasting di areal pertambangan terbuka. EEM bersama Amonium Nitrat dan bahan tambahan lainnya merupakan bahan untuk membuat adonan (emulsion blend) untuk memproduksi bahan peledak pada unit produksi bergerak atau (Mobile Manufacturing Unit/MMU).

Di wilayah Kuasa Pertambangan PT Karimun Granit, PT Dahana kini mengoperasikan dua buah MMU yang masing-masing mampu memproduksi sekitar 2.500 ton emulsion blend (bahan peledak) setiap tahunnya. Emulsion blend itu biasanya digunakan untuk proses peledakan di areal pertambangan. Dalam proses peledakan, emulsion blend biasanya dimasukan ke dalam lubang peledakan yang sebelumnya sudah disiapkan dengan cara dibor. Kemudian dengan menggunakan kabel yang disambungkan ke detonator seorang operator dapat melakukan proses peledakan.

Untuk menciptakan produk bahan peledak siap pakai yang handal dan kompetitif, PT Dahana terus melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D). Kegiatan litbang tersebut telah berhasil menemukan produk bahan peledak bulk emulsion yang kini sudah dipatenkan atas nama PT Dahana. Keunggulan bahan peledak hasil penemuan litbang PT Dahana itu diantaranya adalah bulk emulsion dapat digunakan pada proses peledakan di lubang bor basah (berair).

Atas prestasi tersebut PT Dahana mendapatkan penghargaan Rintisan Teknologi Tahun 2007 dari pemerintah c.q. Departemen Perindustrian yang penghargaannya diserahkan langsung oleh Presiden SBY di Istana Negara. Kebijakan mutu yang dikembangkan PT Dahana selama ini juga telah melahirkan prestasi lainnya, yaitu diraihnya sertifikat mutu ISO-9001-2000. Untuk keselamatan di lingkungan pabrik, PT Dahana juga menerapkan standard OSAS 18001 yang merupakan safety management system.

Setelah sempat dihentikan selama 14 tahun akibat musibah ledakan pabrik pada tahun 1976, kegiatan R&D di PT Dahana kembali dilakukan sejak tahun 1990 bersamaan dengan keluarnya izin pemerintah mengenai hal tersebut. Hal itu tidak terlepas dari pembentukan Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) pada tahun 1990 dimana PT Dahana termasuk di dalam pengelolaan badan tersebut. Selang tiga tahun kemudian PT Dahana berhasil memperkenalkan produk baru berupa bulk emulsion yang merupakan hasil pengembangan PT Dahana sendiri.

Sumber: Kina No 5 - 2007

Foto-foto Pesawat Tempur KF-X/IF-X

Foto-foto Pesawat Tempur KF-X/IF-X

Berikut adalah foto-foto pesawat tempur KF-X/IF-X yang dicopy dari leaflet yang diterbitkan oleh Balitbang Kementerian Pertahanan. 
Perbandingan KF-X/IF-X dengan pesawat tempur buatan negara lain


Three view drawing dari beberapa system KFX-IFX


Ada dua desain  pesawat yaitu dengan canard dan tanpa  canard
Sumber foto: indoflyer.net
Artikel Terkait:
Berikut adalah foto-foto pesawat tempur KF-X/IF-X yang dicopy dari leaflet yang diterbitkan oleh Balitbang Kementerian Pertahanan. 
Perbandingan KF-X/IF-X dengan pesawat tempur buatan negara lain


Three view drawing dari beberapa system KFX-IFX


Ada dua desain  pesawat yaitu dengan canard dan tanpa  canard
Sumber foto: indoflyer.net
Artikel Terkait:

Simulator NAS-332 Super Puma

Simulator NAS-332 Super Puma

Simulator NAS-332 Super Puma (foto: Angkasa)
Satu lagi sarana canggih untuk latihan para pilot tni AU kembali dimiliki. Kali ini simulator helikopter NAS-332 Super Puma. PT Dirgantara Indonesia ikut berperan besar dalam hal ini.

Walau sempat terkatung-katung hingga lebih dari lima tahun, akhirnya simulator helikopter NAS-332 Super Puma yang dinanti oleh TNI Angkatan Udara tahun ini rampung juga dibangun. Pilot helikopter kebanggaan bangsa ini kini tak lagi harus sepenuhnya bertaruh nyawa saat latihan menggunakan helikopter aslinya. Selain bisa lebih efisien, faktor resiko terburuk bisa ditekan seminimal mungkin.

Pelaksanaan pekerjaan simulator NAS-332 yang menjadi hajat Kementeriaan Pertahanan melalui KE (Kredit Ekspor) untuk TNI AU sebenarnya sudah lama ditandatangani. Kontrak Tahap I pengerjaan misalnya, ditandatangani tanggal 30 September 2005 dengan nomor kontrak 010/KE/IX/2005/AU.

Proyek dijadwalkan akan selesai pada 14 Agustus 2008. Lalu kontrak pengerjaan Tahap II ditandatangani tanggal 11 September 2007 dengan nomor kontrak TRAK/1368/IX/2007. Pengerjaan dijadwalkan selesai pada 28 Juni 2011. Akan tetapi, rupanya dalam proses pembangunan itu terkendala beberapa hambatan sehingga baru rampung sepenuhnya pada 29 September 2011.

Full Flight Simulator
                                                                                 (foto: PT DI)
Menilik fasilitas Simulator NAS-332 Super Puma yang berada di bawah pengelolaan Fasilitas Simulator (Faslat) Wing 4, Lanud Atang Sendjaja, Bogor, terdapat dua ruangan penting yang dibuat. Satu ruangan besar sebagai tempat kubah simulator berada dan satu lagi sebagai ruang perangkat pendukung sekaligus sebagai rung untuk melihat simulasi latihan yang dilaksanakan. Di ruang itu terdapat layar tv yang menayangkan suasana diruang kokpit dan jenis latihan yang sedang dilaksanakan oleh penerbang.

Simulator NAS-332 ini merupakan jenis Full Flight Simulator yang dapat menyimulasikan seluruh spektrum terbang yang didukung oleh sistem gerak enam derajat kebebasan (6 degree of freedom motion system). Sehingga, bila kita melihat secara kasat mata dari luar saja, kita akan melihat gerak simulator yang ditopang oleh beberapa kaki ini sebagaimana simulator C-130 Hercules yang ada di Lanud Halim Perdanakusuma. Di dalam kokpit simulator, penerbang juga akan merasakan gerak heli maupun manuver yang dilakukan.

Dari sisi perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software), teknologi simulasi yang diterapkan merupakan teknologi simulasi terkini. Tak salah bila KSAU dengan bangga mengakui, bahwa bagi TNI AU peresmian penggunaaan simulator Super Puma ini merupakan salah satu terobosan dan langkah strategis dalam upaya untuk meningkatkan keahlian dan kemampuan penerbang helikopter guna melaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Miiter Selain Perang (OMSP).

Pembuatan simulator NAS-332 Super Puma mengcu pada pesawat NAS-332Super Puma Type L1 nomor ekor H-3205 dengan konfigurasi VIP Skadron Udara 17. Selain konfigurasi VIP, simulator ini juga dilengkapi fasilitas simulasi untukhoistslingfast rope, dan paratroop, gabungan dari teknologi NAS-332 Super Puma Type L1/C1 dengan konfigurasi tactical transport.

KSAU menjelaskan, simulator NAS-332 Super Puma yang akan menjadi salah satu jembatan menuju The First Class Air Force ini dibuat bersama oleh perusahaan DSL International Projectsand Supplies Ltd dari Inggris dan PT Dirgantara Indonesia SU Engineering Services. DSL melakukan pengerjaan antara lain sistem komputer, avionik, dan sistem visual, sedangkan PT Dirgantara Indonesia SU Engineering Services mengerjakan desain, perakitan, dan instrumen avionik.

Di luar DSL dan PT DI, masih ada pihak lain yang dilibatkan, yakni untuk perangkat motion system dari belanda dan radar dari Belanda dan radar dari Amerika. Produksi simulator ini mengacu pada spesifikasi simulator Level-C dari FAA AC 120-63 Simulator Specification.

                                                                                (foto: Antara)
Beberapa fungsi dari simulator, antara lain untuk familiarisasi checklist normal maupun prosedur emerjensi, mulai dari engine start hingga engine shutdown, latihan penerbangan dengan misi dan situasi tertentu, memberikan latihan terbang instrumen. Kelebihan lain dari simulator ini adalah, mampu menyimulasikan adanya kerusakan pada sistem atau komponen utama saat latihan penerbangan dilaksanakan.

Peralatan elektronika baik perangkat keras maupun perangkat lunak dirancang agar bisa bekerja secara terintegrasi untuk mengolah berbagai program data hingga kemudian mampu menyimulasikan performa heli NAS-332 secara real time terkait seperti sistem instrumen, sistem avionik, sistem visual, maupun sistem isyarat dengar (aural cue system) dari heli ini.

Efektif

Komandan Wing 4 Lanud Atang Sendjaja yang juga instruktur Super Puma,Kolonel Pnb Eding Sungkana menyatakan, dipilihnya Type L1 nomor ekor H-3205 sebagai model simulator ini, karena sistem instrumen heli ini nomor ekor H-3205 merupakan yang paling lengkap di TNI AU. “Kokpit yang ada di simulator persis sama dengan aslinya, demikian juga dengan handling-nya.” Ujarnya. Dengan begitu pula, penerbang dapat melakukan simulasi penerbangan di heli dengan instrumen paling lengkap.

Demikian juga dengan set data kondisi penerbangan, pilot bisa menyimulasikan terbang masuk ke awan, hujan, petir, terbang siang atau malam, dan sebagainya. Sehingga praktik kondisi emerjensi bisa dilakukan disini. Mengenai silabus pendidikan di simulator, Wing 4 sudah menyusunnya sehingga berapa jam yang dibutuhkan di simulator maupun di helikopter sesungguhnya sudah terpetakan. Untuk instruktur Eding menjelaskan, saat ini mereka yang menjadi instruktur di Super Puma sekaligus berperan sebagai instruktur di simulator.

Mengenai silabus, KSAU memberikan penekanan, agar perencanaan dan pelaksanaannya terpogram dengan baik. Ia memberikan gambaran, pentingnya sebuah simulator bagi penerbang sebelum mengawaki pesawat aslinya merupakan suatu kebutuhan yang mutlak.“Di Australia misalnya, pilot C-17Globemaster III butuh berlatih 117 kali di simulator sebelum menerbangkan pesawat aslinya,” imbuh KSAU.

Selain itu pemanfaatan dari simulator ini diharapkan bisa efektif. Honorarium untuk instruktur juga harus diperhatikan. KSAU mengatakan, di Singapura mereka yang menjadi instruktur di simulator banyak dari perwira yang sudah pensiun, gajinya cukup besar. KSAU menambahkan, bila simulator ini sudah dapat memenuhi kebutuhan latihan para penerbang TNI AU, tidak menutup kemungkinan untuk disewakan juga kepada instansi lain atau pengguna dari luar negeri.

Simulator NAS-332 Super Puma merupakan yang pertama dimiliki oleh TNI AU. Sejauh ini TNI AU sudah memiliki beberapa simulator pesawat di antaranya simulator C-130 Hercules, simulator Hawk 100/200, simulator F-16, dan beberapa Flight Training Device untuk beberapa pesawat latih. KSAU mengatakan rencana berikutnaya adalah pembangunan simulator Sukhoi di Lanud Sultan Hasanudin, Makassar untuk tahun anggaran 2012.

Sumber: Angkasa, No.2 November 2011