Selasa, 31 Januari 2012

Battle For Medium

Battle For Medium

                                                                                        kaskus.us
Dua jenis pesawat angkut militer kelas sedang (medium) sempat berkunjung ke Tanah Air beberapa waktu yang lalu. Bukan sekadar kunjungan biasa, kedua pesawat yaitu C-27 Spartan dan Casa C295 dipercaya merupakan kandidat buat mengisi kebutuhan pesawat pengangkut medium di lingkungan TNI AU.

Sejak aturan pelarangan terbang bagi armada pesawat angkut militer Fokker F-27 Troopship turun, bisa dibilang kemampun angkutan kelas sedang bagi TNI menjadi timpang. Fungsi angkutan udara militer kelas sedang yang secara teknis organisasi merupakan tanggung jawab Skadron Udara 2, Lanud Halim Perdanakusuma, saat ini hanya dilayani oleh armada pesawat CN235.

Namun kondisi seperti di atas tampaknya tak akan berlangsung lama. Pasalnya pemerintah telah mengalokasikan dana sekitar 350 juta dollar AS guna pengadaan armada pesawat angkut baru kelas medium yang dipatok buat menggantikan Fokker F-27. Dua jenis pesawat angkut militer kelas medium pun muncul. Jenis pertama adalah pesawat hasil kerja bareng AS-Italia, Lockheed Martim/Alenia. Aeronautics C-27 Spartan. Pesawat ini sempat memperagakan kebolehannya di Tanah Air pada bulan Maret lalu. Jenis kedua yaitu NC295 keluaran Airbus Military yang hadir untuk unjuk kemampuan di |Indonesia pada Oktober lalu.

C27 Spartan yang menjadi rival NC295 (foto: aviationnews.eu)
Kebutuhan pesawat baru bagi Skadron Udara 2 dengan perkiraan jumlah pesanan antara enam sampai sembilan unit ini dianggap sebagai bagian dari pangsa pasar pesawat angkut militer yang kelas medium yang wajib digarap. Data tentang permintaan pesawat militer kelas medium diseluruh dunia, seperti yang dikumpulkan Airbus Military bisa dijabarkan sebagai berikut. Secara global diperkirakan ada sebanyak 3.240 pesawat angkut ringan dan sedang sudah berusia 24 tahun yang sudah waktunya untuk diganti. Dari jumlah ini, sekitar 1.000 pesawat dioperasikan di kawasan Asia-Pasifik.

Lebih spesifik lagi juga disebutkan, antara tahun 2010-2011 terdapat 184 pesanan pesawat angkut sedang. Dari jumlah tadi, 50% dipasok Airbus Military (CN235/C295), 8% oleh PT DI (CN235), 9% dipasok Antonov (An-32/72/74) dan 34% oleh Alenia (C-27J). Selanjutnya ada lagi 105 pesanan pesawat patroli maritim yang dibuat dengan basis airframe pesawat angkut kelas medium. Disini kebutuhan-nya sebanyak 43% dipasok Airbus Military (CN235MP/C295MP), PT DI pasok 7% (CN235MPA), 18% oleh Alenia-ATR (ATR-42/ATR-72), sedang Bombardier pasok 32% (DHC-8, Q300/Q200)\

Identik dengan Hercules

Sampai tulisan ini naik cetak, pemerintah belum menjatuhkan pilihannya dari dari kedua jenis pesawat yang ditawarkan. Sebagai Generasi penerus tentu saja keduanya punya kemampuan lebih bila dibandingkan dengan F-27. Hal serupa juga berlaku untuk urusan teknologi. Sebagai gambaran tampilan di bagian kokpit, keduanya sama-sama sudah mengaplikasi teknologi digital dan diwujudkan dalam bentuk tebaran layar-layar MFD (Multi Function Display). Selanjutnya, keduanya sama-sama mengandalkan mesin turboprop yang notabene lebih ekonomis ketimbang mesin jet, namun dengan konfigurasi bilah baling-baling multi-balde. Sebuah barometer yang menunjukkan kalau keduanya masuk dalam klasifikasi sebagai pesawat generasi akhir.

Toh, sebagai sebuah brand “barang dagangan”, setiap jenis pesawat punya kelebihan yang wajib ditonjolkan buat meraih perhatian calon pengguna. Pada setiap promosinya, termasuk ke Indonesia, pihak pabrikan selalu menggambarkan kalau C-27J adalah pesawat yang identik dengan pesawat angkut legendaris C-130 Hercules. Satu-satunya perbedaan yang ada Cuma terletak pada kapasitas angkut serta jumlah mesin. Selebihnya bisa dibilang semuanya hampir sama.

Slogan tadi rasanya memang tak berlebihan mengingat pihak Alenia Italia sengaja menggandeng Lockheed Martin yang tak lain merupakan produsenHercules. Handal dan sekuat Hercules namun dalam sosok mini. Nah, dengan modal tersebut maka diharapkan nantinya setiap negara yang memiliki dan mengoperasikan Hercules seperti Indonesia akan pula mengoperasikan Spartansebagai unsur angkut pendukung. Sebuah pandangan yang banyak disukai di kalangan awak pesawat angkut.

Rangkul PT DI

Kokpit C295 sudah mengadopsi teknologi digital (foto: airbusmilitary.com)
Berbeda dengan Alenia, dalam dalam kaitan pelancar industri pesawat terbang Indonesia memproduksi C295 dan produk-produk lainnya, Airbus military menegaskan akan membantu PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dalam proses revitalisasi/restrukturisasi. Hal ini merupakan komitmen pucuk pimpinan Airbus Military Domingo-Urena Raso, yang berkunjung ke jakarta 6 juli lau. Komitmen tersebut kembali dikukuhkan pad 4 Oktober 2011 dalam bentuk “teaming agreement” tiga pihak yaitu PTDI, Airbus Military dan PT Perusahaan Pengelola Asset (PT PPA) sebagai pendukung dana untuk memproduksi dan memasarkan pesawat angkut sedang C295.

Secara tidak langsung, Airbus Military memang memberi kesempatan kepada Indonesia untuk memproduksi pesawat turunan dari CN-235 itu. Sejumlah komponen C295 selama ini sudah dipasok oleh PTDI, diantaranya outer wing, sirip tegak dan elevator yang identik dengan komponen CN235. Oleh karenanya pesawat yang berkunjung ke Indonesia Oktober lalu pada badannya tertera tulisan “NC295” (N singkatan dari Nusantara) dan “PT DI-Airbus Military”.

Airbus Military mendatangkan pesawat ini untuk memperagagakan kemapuan C295 di bumi Nusantara selama dua minggu, bekerja sama dengan PT DI dan TNI AU. Salah satu peragaan kemampuannya adalah STOL (Short Takeoff and Landing) di Pangkalan Udara Astra Ksetra Menggala, Tulangbwang, Lampung. Pesawat mendarat pendek sekitar 400 meter di landasan rumput Astra Ksetra. Sejam kemudian Captain Pilot Alejandro Madurga Cruz (dengan 13.000 jam terbang) didampingi Letkol Pnb TNI M. Mijib, Komandan Skadron Udara 2 memperagakan lepas landas pendek 600 meter.

Ikut dalam penerbangan pada 7 Oktober lalu dengan rute Halim-Astra Ksetra-Halim itu, Menneg PPN/Ka Bappenas Prof. DR. Armida Alisjahbana, Wakil Menteri Pertahanan Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, para wakil dari Angkatan Udara, Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Kepoisian.

“Pesawat ini, 60% mengandung komponen buatan Indonesia,” ujar Sjafrie setiba kembali di Skadron 2 dari penerbangan uji kemampuannya di Lampung. Keesokan harinya pesawat dioperasikan untuk menerjunkan pasukan di Lanud Sulaeman, Bandung. Misi peragaannya dilanjutkan kemudian ke Bali dan Indonesia bagian timur, antara lain Papua. Dari Indonesia, C295 Airbus Military ini melanjutkan misi serupa ke Vietnam, Thailand dan sebelum kembali ke Sevilla, Spanyol, singgah di Arab Saudi yang berminat pesan C295, pesawat CN235 tapi lebih besar dan lebih panjang tiga meter dengan mesin turboprop yang lebih besar tenaga dorongnya.

“Jenis Pesawat ini sudah dioperasiakn oleh beberapa negara Asia, Korea Selatan, Vietnam dan Thailand. Jadi sudah teruji disini (Asia). Kami proyeksikan untuk dapat memenuhi kebutuhan Angkatan Udara Indonesia, khususnya menggantikan pesawat Fokker F-27 yang masa operasinya akan habis dalam waktu dekat,” jelas Direktur Utama PT DI, Budi Santoso.

Bangun Basis di Bandung

 Andil pembuatan NC295 (foto: angkasa)
Kedepan, permintaan akan pesawat angkut ringan dan sedang akan terus meningkat, sehingga untuk memenuhi permintaan, Airbus military perlu mencari produsen di luar Eropa. Hal seperti ini telah dilakukan oleh pabrik Airbus yang memproduksi pesawat penumpang jet A320. Perusahaan yang berpusat di Toulouse, Perancis ini memilih Tianjin, China untuk memproduksi tambahan jenis pesawat penumpang tersebut. Jadi saat ini Airbus memiliki tiga pabrik produksi pesawat penumpang single aisle A320 yaitu masing-masing ada di pusatnya Toulouse, Perancis, Hamburg di Jerman dan Tianjin di China.

Demikian pula rupanya dengan Airbus Military yang melirik bandung, Indonesia untuk pesawat turbobprop angkut ringan dan sedang militer dan pesawat angkut penumpang, C212 dan C295. Tidak tanggung-tanggung, pabrik pesawat C212-400 sudah dipindahkan ke Bandung dari Sevilla, Spanyol. Kenapa PT DI yang dipilih? Tidak lain, Airbus Military sudah punya track-recor PT DI yang sebelumnya selama 35 tahun menjalin kerjasama dengan CASA Spanyol yang mempercayakan C212 diproduksi di Bandung. Kerjasama ini kemudian ditingkatkan lagi dengan co-design dan co-production pesawat rancangan bersama CN235.

“Impian saya, menjadikan Dirgantara Indonesia sebagai platform utama di belahan bumi sini (Asia Pasifik - Red) memproduksi pesawat ringan dan sedang (C-212, CN235 dan C295 - Red). Selain pasar domestiknya, pasar kawasan ini juga sangat menjanjikan,” jelas CEO Airbus Military Domingo Urena-Raso kepada Angkasa.

Menyinggung NC295 yang akan diproduksi di Bandung dengan kandungan komponen lokal lebih besar, Budi Santoso mengatakan bahwa PT DI dan Airbus Military saat bertemu dengan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyarankan agar kementeriaanya membeli sembilan pesawat, tiga pesawat pertama akan dipasok pabrik Sevilla, Spanyol dan tiga berikutnya oleh Bandung. “Kami belum menentukan sisa tiga pesawat terakhir dipasok oleh pabrik mana,” jelas Budi Santoso. Besar kemungkinan pasokan terakhir tersebut, menurut Angkasa akan pula dipasok oleh PT DI mengingat pada waktu itu (2014), pabrik pesawat di Bandung, Jawa Barat ini sudah full swing ban produksinya sejajar dengan pabrik Airbus di Sevilla, Spanyol.

Ini tidak mustahil, sebab selain impian itu, Domingo juga menyebutkan untuk menjadikan Bandung sebagai sister city dari Sevilla. Secara tidak langsung, dia ingin katakan bahwa produk yang duhasilkan Dirgantara Indonesia di Bandung, kualitasnya identik sama dengan produk Airbus Military di Sevilla. Dalam arti lainnya, PT DI (akan) masuk dalam lingkaran keluarga besar Airbus.

Sumber: Angkasa No.2 November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar