Selasa, 31 Januari 2012

Capaian dan Program Kedepan PT DI (1)


Selama 35 tahun berkiprah dalam industri kedirgantaraan dunia, kondisi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) memang belum bisa dikatakan membaik. Paling tidak masih banyak PR yang harus dilakukan Pemerintah untuk membangkitkan kembali industri pesawat terbang kebanggaan bangsa ini.

Bila dirunut kebelakang, pasca krisis moneter mendera ekonomi Indonesia, industri pesawat terbang yang sempat dijuluki “Everett of the East” ini memang mengalami perubahan drastis. Jika dulu perusahaan ini mendapat subsidi dari pemerintah dan begitu memukau dengan proyek pesawat N250 dan N2130, pasca krismon, praktis kondisinya berubah 180 derajat alias menyedihkan.

Kondisi yang serba terbatas mau tak mau membuat PT DI menguatkan tekad untuk mandiri. Beragam cara dilakukan perusahaan ini untuk tetap eksis dijajaran industri pesawat terbang dunia. Hasilnya? Kita bisa melihat sedikit demi sedikit produsen pesawat yang dulu bernama IPTN ini mulai bisa mengepakkan sayapnya untuk terbang lebih tinggi. Berikut tulisan berseri mengenai capaian dan program kedepan PT DI.

1. Dibidang Pesawat Terbang

Kali ini produsen pesawat terbang satu-satunya di negeri ini tidak hanya hadir dengan pesawat CN235—yang selama ini menjadi produk andalannya, tetapi juga hadir dengan pesawat “baru” NC295 (kadang juga disebut CN295). Pesawat NC295 ini akan diproduksi di Indonesia melalui kerjasama dengan Airbus Military. Melalui kerjasama ini, PT DI akan mendapat hak eksklusif untuk membuat dan memasarkan pesawat NC295 di kawasan Asia Pasifik.

Kerjasama dengan Airbus Military juga tak lepas dari peran banyak pihak, salah satunya pemerintah. Hal ini bisa dilihat dari upaya aktif pemerintah memfasilitasi perjanjian kerjasama produksi dan pemasaran pesawat NC295 antara PT DI dengan Airbus Military beberapa waktu lalu. Tak tanggung-tanggung, proyek produksi pesawat tersebut disaksikan dan diresmikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Semua itu tak lain merupakan bagian dari rencana untuk memajukan industri dirgantara nasional. Kabar baiknya upaya pemerintah memberdayakan produk dirgantara yang diproduksi oleh PT DI sudah diwujudkan dalam aksi nyata pemesanan. Rencananya sampai tahun 2014 TNI AU akan diperkuat dengan 9 pesawat jenis ini. Yang tak kalah menarik tentunya adalah pembuatan sebagian besar komponen pesawat NC295 yang akan dilakukan oleh PT DI.

CN235 ASW milik Turki (foto: turkishnavy.net)
Cerita lain lagi ditorehkan oleh pesawat CN235MPA. Pesawat yang basisnya diambil dari CN235 versi angkut ini telah berhasil dikembangkan menjadi varian CN235 Anti-kapal selam (Anti-Submarine Warfare-ASW). Pengembangan pesawat ini menjadi varian ASW berawal dari permintaan Turki yang menginginkan 9 pesawat CN235 miliknya untuk dirombak menjadi CN235 MPA (6 unit) dan CN235 ASW (3 unit).

Model CN235NG
Dalam proyek ini tenaga ahli PT DI dikirim ke Turki untuk diperbantukan dalam perancangan dan modifikasi CN235 ASW. Meskipun pengembangan CN235 ASW dilakukan di Turki, tetapi menariknya PT DI juga ikut ketiban rejeki. Pertama, PT DI tak perlu mengeluarkan uang sepeserpun karena pengembangan pesawat ini dibiayai oleh Turki. Kedua, dari proyek ini PT DI bisa menambah satu varian CN235 serhingga bisa memberikan banyak pilihan bagi calon konsumen. Ketiga tentu saja pengalaman teknologi perancangan dan modifikasi pesawat terbang menjadi varian ASW.

Seolah tak hanya ingin fokus pada lini produk pesawat militer, PT DI kemudian juga mengembangkan produk pesawat sipilnya melalui program CN235NG (Next Generation). Pesawat yang tak lain merupakan generasi penerus dinasti CN235 ini akan dibuat beda dengan versi militer. Perubahan yang paling mencolok diantaranya menghilangkan fasilitas ramp door. Sayangnya sampai saat ini program ini masih belum jelas kelanjutannya. Padahal kebutuhan akan pesawat penumpang di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Berikutnya ada pesawat N250 dan N2130 yang sempat menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Untuk pesawat N250 berhasil terbang perdana tahun 1995 dan sampai saat ini telah berhasil dibuat dua prototipe. Kedua prototipe N250 kini masih berada di hanggar PT DI. Sempat tersiar kabar pesawat ini akan dihidupkan kembali dengan nama N250 Air.


Pesawat baru ini tidak akan memakai teknologi fly by wire. Dengaan “membuang” teknologi fly by wire  maka harga N250 Air akan menjadi lebih murah dan lebih kompetitif di pasar pesawat penumpang dunia. Tapi lagi-lagi proyek ini berhenti ditengah jalan. Hal yang sama juga terjadi pada N2130. Namun nasib N2130 lebih mengenaskan dari N250. Tak lain karena proyek satu ini hanya berhenti pada tahap preliminary design. Bahkan ditahun 2002 silam, sempat tersiar kabar tentang rencana penjualan blue print N2130 (berupa rancangan awal dan hasil uji wind tunnel).

Pengalaman kegagalan diproyek pesawat terbang di kelas 50 penumpang keatas membuat PT DI untuk mengalihkan fokusnya membuat pesawat dalam ukuran yang lebih kecil. Dari sinilah muncul ide mengembangkan pesawat ukuran kecil yang diberi nama N219. N219 dirancang untuk mengisi ceruk pasar pesawat angkut sipil (meskipun sebenarnya juga bisa dikembangkan untuk keperluan misi khusus, seperti Medevac, surveillance, dan maritime patrol aircraft—kiat ini mungkin biar tidak saling “membunuh” dengan C212-400) sedangkan C212-400 lebih difokuskan untuk keperluan militer karena punya ramp door.

Menyoal C212-400, awalnya PT DI hanya mendapatkan hak untuk membuat airframe pesawat, sedangkan sisanya (bagian finishing dan delivery ke pelanggan) jadi hak Airbus, dengan kata lain PT DI hanya sebagai tempat pembuatan komponennya. Kerjasama ini memang berbeda dengan pembuatan NC212-200—yang semua (mulai dari pembuatan part manufacturingfinal assemblysystem integration, dan delivery-nya) dilakukan oleh PT DI.

C212-400 (foto: Airbus Military)
Baru pada tahun lalu hak untuk membuat dan menjual C212-400 didapatkan PT DI. Saat ini yang sedang digarap adalah pesanan pesawat C212-400 dari Ministry of Agriculture and Cooperatives (MoAC) Thailand, bila tak ada halangan delivery-nya akan dilakukan pada tahun 2013. Sebelumnya MoAC juga sudah membeli pesawat dari PT DI, yaitu CN235 untuk melakukan hujan buatan.

Kemudian ada proyek jet ringan komersial NMX (Nusantara Malaysia eXperimental) hasil kerja bareng PT DI dengan Aeronimbus Aircraft Sdn Bhd yang kerjasamanya ditandatangani tahun 2005 silam. Dalam proyek NMX, PT DI berkontribusi pada desain, pembuatan detail part, dan prototype pesawat sedangkan Aeronimbus (sebagai penyandang dana) bertugas melakukan final assembly dan mengurus proses sertifikasi pesawat.

Seperti umumnya pesawat kategori Very Light Jet (VLJ), NMX di rancang khusus bagi para eksekutif perusahaan. Dilihat dari sosoknya, pesawat yang pembuatannya sudah mencapai tahap preliminary design (sumber lain menyebut NMX sudah di uji terbang—dengan kata lain prototype-nya sudah jadi) ini bakal menyandang dua mesin jet di kiri-kanan body. Untuk kapasitasnya, pesawat satu ini mampu membawa 6 penumpang. Sampai saat ini proyek NMX masih belum jelas kelanjutannya. Kabarnya proyek ini terhenti karena penyandang dana mengalami kesulitan keuangan untuk membiayai kelanjutan proyek pesawat VLJ ini.

Diluar itu masih ada TC35 (berdasarkan paparan Dirut PT DI pada peringatan Harteknas 2011). Sampai sekarang penulis masih belum mengetahui apa yang dimaksud dengan pesawat TC35. Tetapi menurut dugaan penulis kemungkinan yang dimaksud adalah DiLA (Dirgantara Light Aircraft)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar