Jumat, 27 Januari 2012

Demokrat Setuju Pembelian Tank Leopard

Demokrat Setuju Pembelian Tank Leopard


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat (PD) Mayjen Purn Salim Mengga tak memungkiri lobi yang dilakukan oleh Kementrian  Pertahanan (Kemenhan) terkait rencana pembelian Tank Leopard milik Belanda buatan Jerman. Lobi dilakukan di Hotel Dharmawangsa, pihak Kemenhan diwakili oleh Wakil Menhan Sjafrie Syamsuddin.
"Kami lihat alasannya dan memang diperlukan membeli tank ini. Pembelian tank ini menurut Sjafrie Syamsuddin diperlukan untuk membangun sistem pertahanan darat yang saat ini diisi oleh tank yang sudah uzur," ujarnya kepada wartawan di DPR, Kamis (19/01/2012).
Salim menegaskan, rencana pembelian ini sudah masuk dalam rencana strategis pembangunan alutista Kementrian Pertahanan. Awalnya, TNI AD berencana membeli  tank buatan Korea Selatan atau yang dimiliki oleh Rusia. Namun, rencana itu beralih karena ada tawaran untuk membeli tank bekas jenis Leopard dari Belanda dengan harga Rp 25 miliar perbuah yang cukup menggiurkan.
"Harus kita akui tawaran itu cukup murah. Meski harga satu Leopard bekas varian A6 sama dengan sebuah BMP 3F atau 2F baru buatan Rusia, harga ini terhitung masih lebih murah. Teknologinya Leopard jauh lebih canggih dibanding buatan Rusia. Kalau baru (Tank Leopard)  harganya  dua kali lipat," Salim menjelaskan.
Tank Leopard bekas, katanya lagi, mampu berhadapan dengan kekuatan tank negara tetangga. Dan lebih canggih yang dimiliki pemerintah Singapura.
"Kalau banyak yang menolak terkait rencana ini karena banyak yang belum tahu. Meski memiliki bobot 62 ton,  tank ini tak akan merusak jalan.
Dalam pembelian alutista itu, ada syarat yang namanya tekanan jejak. Untuk Indonesia, tidak boleh lebih dari 0,8 kg/cm persegi. Kalau dia dibawah 0,8, tidak usah khawatir jalan rusak atau jembatan runtuh," paparnya.
"Sementara tronton yang mengangkut alat berat saja, jauh lebih besar tekanan jejaknya dibanding tank ini. Tank (Leopard) ini akan ditempatkan di Pulau Jawa, bukan di daerah perbatasan Kalimantan atau Papua. Kalau di Kalimantan dan  Papua, memang tidak cocok, karena kontur tanahnya  berawa, kondisi medan memang tidak memungkinkan di sana," demikian Salim Mengga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar