Selasa, 31 Januari 2012

Isu Kudeta, Jangan Pancing Gerakan Ekstraparlementer

JAKARTA (Suara Karya): Tentara Nasional Indonesia (TNI) diyakini tetap solid untuk mendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, Presiden SBY harus memperbaiki kinerja pemerintahannya sehingga tidak mengundang aksi atau gerakan ekstraparlementer dari berbagai kelompok masyarakat.
Pendapat itu disampaikan pengamat intelijen dari Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto dan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi secara terpisah di Jakarta, Minggu (17/7).
Mereka dihubungi terkait munculnya isu kudeta militer terhadap pemerintahan Presiden SBY dalam waktu dekat ini. Isu itu kabarnya berkembang di sejumlah diplomat dalam dan luar negeri. Disebutkan dalam isu itu, sejumlah purnawirawan jenderal di Indonesia telah bersiap-siap melancarkan gerakan massa dengan terlebih dulu menggalang opini ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan SBY.
Berbagai keburukan kinerja pemerintah SBY dijadikan dasar alasan bagi kelompok ini untuk menggulingkan pemerintahannya.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda TNI Iskandar Sitompul menegaskan, TNI sangat solid untuk mengawal pemerintahan. “TNI melalui UU nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tetap mendukung program pemerintah untuk mewujudkan pembangunan adil dan sejahtera bagi rakyat dan bangsa Indonesia,” kata Kapuspen kepada Suara Karya di Jakarta, Minggu (17/7).
Kapuspen TNI menegaskan, TNI tidak akan mau ditarik dalam kepentingan politik praktis. TNI tidak mau melakukan langkah yang bertentangan dengan konstitusi.
Terkait adanya sejumlah purnawirawan perwira tinggi yang terlibat dalam berbagai organisasi, gerakan atau pertemuan yang kerap mengkritisi pemerintah, menurut Kapuspen, hal itu menjadi tanggung jawab pribadi dan bukan institusi TNI.
“Setelah pensiun dari TNI, purnawirawan TNI telah menjadi warga sipil. Karena itu, saya mengimbau agar individu purnawirawan tidak menggunakan nama TNI untuk menyatakan pendapat pribadinya,” kata Kapuspen dengan tegas.
Iskandar tak membantah jika beberapa purnawirawan TNI telah secara terbuka menyampaikan rasa tak puas terhadap kinerja pemerintahan. Namun, ia mengingatkan, TNI tak punya lagi hak dan wewenang untuk menegur ataupun memberikan sanksi terhadap mereka. “Kita hanya bisa mengingatkan dan mengimbau agar institusi TNI jangan dibawa-bawa untuk kepentingan politik praktis,” kata dia.
Andi Widjajanto juga menilai, kecil kemungkinan jika perwira tinggi TNI yang masih aktif maupun sudah pensiun untuk melakukan kudeta militer terhadap pemerintahan SBY. Apalagi, purnawirawan TNI tak punya pasukan untuk menggerakkan aksi penggulingan.
“Untuk melakukan kudeta harus dibutuhkan pasukan setingkat batalion yang dipimpin oleh kolonel. Dalam hal ini, tidak ada purnawirawan jenderal yang memiliki akses untuk menggerakkan pasukan aktif. Saat ini, Indonesia tidak seperti Libia yang terjadi pecah kekuatan di militer antara yang pro dan kontra Khadafi,” ujar dia.
Ia menambahkan, UU TNI sendiri cukup efektif menempatkan TNI di tengah masyarakat dan ikut melaksanakan pembangunan. SBY juga dinilainya cukup berhasil membangun soliditas di kalangan militer karena SBY sangat selektif dalam melakukan konsolidasi. “Kecil sekali kemungkinan TNI menggulingkan pemerintahan, meskipun itu ada mungkin lewat ‘kudeta’ politik melalui lembaga DPR,” kata dia.
Meski demikian, menurut Andi, semua itu sepenuhnya prakarsa dan inisiatif politisi sipil. Perwira TNI aktif maupun purnawirawan TNI tak punya akses ke institusi politik formal. “Beberapa parpol, seperti Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, dan beberapa parpol, lainnya juga punya purnawirawan TNI. Tapi, mereka tentu bergerak sebatas kekuatan politik sipil,” ujarnya.
Andi Widjajanto mengakui adanya upaya impeachment dari kelompok tertentu dengan menyampaikan ketidakmampuan pemerintah dalam menangani konflik komunal, teror bom, dan lainnya. Cara-cara ini bertujuan menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan SBY.
“Saat ini memang terjadi upaya untuk menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Tapi, saya tidak melihat ada upaya sistematis di sini,” kata Andi.
Efektivitas Kinerja
Fayakhun Andriadi berpendapat, adanya ketidakpuasan yang dirasakan perwira aktif di TNI maupun para purnawirawan terhadap kinerja pemerintahan SBY merupakan dinamika yang biasa. Apalagi, ada indikasi ketidakpuasan ini dilatarbelakangi karena tidak mendapatkan posisi strategis.
“Ketidakpuasan individu itu tak bisa mengakomodasi alasan untuk menggulingkan pemerintahan. Pasalnya, ketidakpuasan itu berdasarkan penilaian tak objektif,” ujar dia.
Fayakhun sendiri cukup ragu jika TNI maupun individu perwira tinggi melakukan kudeta militer. Pasalnya, TNI pasti menyadari bahwa kudeta militer tidak membawa keuntungan.
Sebaliknya, kata dia, kudeta militer akan memojokkan TNI pada posisi tak baik sehingga sulit diterima kembali oleh rakyat. “Kudeta militer tidak hanya merugikan TNI, tetapi bangsa dan negara juga akan hancur,” ujar dia.
Meski demikian, Fayakhun mendesak Presiden SBY agar lebih serius memikirkan kehidupan rakyat. Tak dipungkiri, kinerja pemerintahan SBY belum menunjukkan efektivitas. “Sikapi saja isu kudeta itu dengan memicu perbaikan kinerja pemerintahan,” kata dia.
Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi juga mendesak Presiden SBY untuk menggenjot kinerja kabinetnya. “Selama menjabat kinerja pemerintahan SBY-Boediono tidak menggembirakan. Persepsi masyarakat juga terus menurun, terutama soal penegakan hukum dan kesejahteraan rakyat,” ujar dia.
Ia menyatakan, kinerja pemerintah saat ini tidak dirasakan langsung oleh masyarakat. Permasalahan kemiskinan, pengangguran, dan kenaikan harga sembako menjadi pekerjaan rumah bagi SBY. “Angka kemiskinan yang digembar-gemborkan oleh pemerintah turun tidak sesuai dengan realitasnya,” kata dia. (Feber S)
Sumber: Suara Karya, Senin 18 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar