Selasa, 31 Januari 2012

SBY Tak Ingin Sistem Pertahanan RI Dilecehkan

Alutsista (alat utama sistem senjata) TNI (ANTARA/Jessica Wuysang)


VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa program revitalisasi industri pertahanan merupakan prioritas dalam agenda 100 hari. Dalam waktu itu 100 hari rumusan master plan mengenai industri pertahanan harus terbentuk.

Menurutnya anggaran pertahanan pada 2010 telah ditingkatkan untuk mendukung sistem persenjataan dan modernisaasi. Untuk itu pengadaan alat harus memperhatikan beberapa hal yakni:

Pertama, Indonesia harus menerus membangun kekuatan pertahanan yang cukup, untuk melaksanakan tugas operasional dan cukup bisa menangkal serangan. Dia tidak ingin Indonesia dilecehkan negara lain, dan negara yang akan menyerang bisa menghitung agar Indonesia mempunyai kekuatan pertahanan yang efektif.

Kedua, pemerintah bertekad untuk meningkatkan anggaran pertahanan. Peningkatan anggaran itu bukan hanya sekedar kenaikan anggaran, namun bagaimana menuju postur pertahanan yang cukup.

Ketiga, revitalisasi pertahanan yang sejalan dengan pembentukan postur pertahanan. Pengadaan alutsista harus disesuaikan dengan perkembangan saat ini. Departemen Pertahanan harus memastikan peralatan yang dibeli sesuai dengan karakter, doktrin dan pelatihan yang diadakan TNI dan Polri.

"Kita juga harus mempertimbangkan kondisi demografi," kata dia pada saat membuka Workshop Nasional Revitalisasi Industri Pertahanan di Istana Negara Jakarta Rabu 9 Desember 2009.

Keempat, Yudhoyono mengatakan agar aparat tidak hanya sekedar memikirkan operasi militer untuk perang, karena kebijakan Indonesia adalah yang tak suka mencari musuh, dan mementingkan diplomasi.

Kelima, pengadaan peralatan harus disesuaikan dengan doktrin dan geografi. Dia tidak mengingkatkan satu sama lain tidka bisa
dioprasikan secara bersamaan. "Pastikan terintegrasi konsep dalam mengembangkan semua perlengkapan itu," katanya.

Keenam, dalam pembelian peralatan pertahanan harus disesuaikan dengan budget dan benar-benar menggunakan kajian yang matang. Dia mencontohkan Indonesia akan membeli kapal selam jika kondisi keuangan memungkinkan, "Tidak elok dalam krisis kita membeli kapal selam yang harganya mahal."

Selain itu, jangan sampai keputusan pembelian alat mempunyai benturan kepentingan, menguntungkan keluarga, atau teman dekat.

Ketujuh, harus memikirkan dukungan finansial agar industri pertahanan bisa berkembang. Dia berharap dalam cetak biru industri pertahanan bisa dirumuskan bagaimana bentuk pendanaannya.

Kedelapan, hasil yang dirumuskan harus dapat menjadi terintegrasi antara semua pihak baik Departemen Pertahanan, TNI, dan Polri.
• VIVAnews 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar