Selasa, 31 Januari 2012

Pengembangan Teknologi Radar Pengawas Pantai di Indonesia

Radar pengawas pantai ISRA  (foto: lipi.go.id)

Mengawasi wilayah perairan nusantara yang memiliki luas 5,8 juta kilometer persegi atau 2/3 dari seluruh wilayah Indonesia, jelas bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Terlebih bila ancaman terhadap wilayah ini semakin hari semakin meningkat dan beragam.

Ancaman yang beragam mulai dari pencurian ikan, pencurian pasir laut, perompakan, hingga penyelundupan BBM tentunya semakin menegaskan pentingnya pengoperasian radar pengawas pantai. Radar pengawas pantai merupakan sistem radar yang memiliki fungsi memantau dan mendeteksi berbagai aktivitas di wilayah laut. Radar ini dirancang khusus untuk beroperasi dipinggir pantai guna memantau segala aktifitas yang terjadi di wilayah perairan.

Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, pengoperasian radar pengawas pantai bisa menjadi salah satu solusi dalam memantau wilayah perairannya. Maklum, meski telah mengoperasikan armada kapal patroli, jumlahnya yang belum memadai membuat kegiatan pemantauan dan pengamanan diwilayah ini tidak bisa dilakukan secara optimal. Dengan banyaknya wilayah yang tidak bisa dijangkau, jelas sangat rentan memunculkan aksi kejahatan.

Apalagi jika dilihat dari banyak sisi kapal patroli memiliki beberapa kelemahan.Pengoperasian kapal patroli membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Selain itu harga kapal patroli juga lebih mahal daripada harga radar itu sendiri. Dan jangan lupa kapal patroli membutuhkan biaya perawatan yang tentunya makin menguras anggaran. Nah, dalam hal ini radar pengawas pantai bisa menjadi solusi paling tepat bagi negara yang ingin memantau wilayahnya secara efektif dan efisien.

Sayangnya, dibalik cerita manis akan kemanfaatan radar malah berbanding terbalik dengan kemampuan bangsa untuk membuat radar secara mandiri. Selama ini Indonesia memang belum menguasai sebagian besar seluk-beluk teknologi radar. Sehingga untuk mencukupi kebutuhan radar pengawas pantainya, negeri ini masih mengimpornya dari luar negeri. Hal ini diperparah dengan kondisi radar di Indonesia yang umumnya sudah menua dan tak layak operasi. Berangkat dari alasan inilah kemudian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berusaha untuk mengembangkan radar pengawas pantai di Indonesia.

Dalam mengembangkan radar, LIPI tidak sendirian tetapi bekerjasama dengan pihak asing. Model kerjasama dalam pembuatan radar dibutuhkan untuk mempercepat alih teknologi. Dengan begitu, sedikit demi sedikit para ahli radar Indonesia menguasai teknologinya sekaligus menjadi batu pijakan dalam menuju kearah kemandirian.

Pengembangan

Pengembangan radar pengawas pantai dilakukan oleh LIPI melalui Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPET-LIPI) bekerjasama dengan International Research Centre for Telecommunications-transmission and Radar dari Technical University of Delft (TU Delft), Belanda. Dalam kerjasama itu, PPET-LIPI ambil bagian dalam pembuatan hardware yang terdiri dari antena, penerima sinyal dan rangka radar. Sedangkan TU Delft ambil bagian dalam kegiatan perancangan radar dan pembuatan softwarenya.

Display radar pengawas pantai
Kerjasama ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun 2006 melaluikegiatan desain dan pembuatan bagian antena radar. Tahap selanjutnya pada tahun 2007 dilakukan realisasi terhadap perangkat transmitter (pemancar) dan receiver (penerima). Kemudian antara tahun 2007-2008, dilakukan desain dan realisasi bagian pengolah citra radar termasuk display unit.

Lalu pada tahun 2008, dilakukan integrasiperangkat keras dan perangkat lunaksertapemasangan radar untuk pengujian lapangan. Pengujian radar ini dilakukan di pantai Anyer, Banten, untuk memantau kapal-kapal yang melintasi selat Sunda.

Kerjasama kedua pihak kemudian menghasilkan radar pengawas pantai yang diberi nama Indonesian Surveilance Radar (ISRA). Radar ini memiliki kandungan lokal sekitar 40% yang meliputi software, penggerak motor, filter, radome, dan antena. Sedangkan komponen yang masih di impor di antaranya low noise amplifier dan power amplifier.

Sistem radar ini terdiri dari dua bagian utama yaitu perangkat transmitter (pemancar) dan receiver (penerima). Perangkat receiver berfungsi menerima sinyal dan mengirimkannya ke display unit, kemudian display unit mengolah sinyal tersebut menjadi suatu gambar yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk beragam kepentingan.

ISRA menggunakan teknologi Frequency Modulated Continuous Wave (FMCW) yang memiliki keunggulan dalam penghematan daya. Konsumsi daya yang dibutuhkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan radar konvensional yang menggunakan magnetron. Bicara soal kemampuan, radar ini memiliki jangkauan sapuan radar hingga 64 km. Jangkaun sejauh itu masih bisa ditingkatkan dengan memadukan radar dalam satu jaringan.

Kemampuannya tidak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pemantauan dan pengawasan wilayah perairan dari ancaman pencurian ikan, pencurian pasir laut, dan perompakan, tetapi juga bisa digunakan untuk mengatur lalu lintas kapal di pelabuhan. Sehingga mampu mencegah terjadinya kecelakaan seperti tabrakan antarkapal yang biasa terjadi dalam lalu lintas perkapalan. Selain itu, radar ini juga dapat digunakan untuk memantau kapal-kapal asing yang melanggar wilayah perbatasan laut suatu negara. Misalnya pelanggaran perbatasan laut yang dilakukan oleh kapal-kapal asing yang masuk jauh kedalam wilayah perairan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar